PENTINGNYA PENGENALAN KARIR KEJURUAN

Bimbingan karir merupakan salah satu jenis bimbingan yang berusaha membantu individu dalam memecahkan masalah karir (pekerjaan) agar mempunyai prestasi kerja yang maksimal. Beberapa pertanyaan yang sering timbul sehubungan dengan masalah karir antara lain :

a. Bagaimana saya mendapatkan pekerjaan yang sesuai ?
b. Bagaimana penyesuaian antara kemampuan diri dengan pekerjaan ?
c. Bagaimana saya mengetahui berbagai jenis pekerjaan ?
d. Bagaimana menyiapkan diri untuk karir dan masa depan ?
e. Jenis pendidikan mana yang harus saya tempuh untuk memperoleh pekerjaan di bidang yang saya cita-citakan ?
f. Apa hubungan kegiatan saya sekarang dengan karir saya masa depan ?
PENTINGNYA PENGENALAN KARIR KEJURUAN

Beberapa pertanyaan tersebut sering juga timbul dari kalangan siswa di sekolah, sehingga bimbingan karir perlu untuk diberikan di sekolah. Dengan bimbingan karir diharapkan dapat membantu siswa memperoleh pemahaman diri, lingkungan kerja, dan dunia kerja agar dapat mengarahkan dirinya ke suatu bidang pekerjaan yang sesuai dan selaras dengan dirinya dan kebutuhan masyarakat. Melalui bimbingan karir diharapkan siswa akan memperoleh bantuan dalam hal :

a. Pemahaman yang lebih tepat tentang keadaan dan kemampuan dirinya.
b. Kesadaran terhadap nilai-nilai dalam masyarakat.
c. Pengenalan terhadap berbagai jenis pekerjaan.
d. Persiapan yang matang untuk memasuki dunia kerja.
e. Memecahkan masalah-masalah khusus sehubungan dengan pekerjaan.
f. Penghargaan yang objektif dan sehat terhadap “kerja”.

Apa itu Karir
Pekerjaan (occupation, vocation, career) merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Betapa orang akan merasa sangat susah dan gelisah jika tidak memliki pekerjaan yang jelas, apalagi kalau sampai menjadi penganggur. Demikian pula banyak orang yang mengalami stress dan frustrasi dalam hidup ini karena masalah pekerjaan. Penelitian Levinson (dalam Isaacson, 1985) menunjukkan bahwa komponen terpenting dari kehidupan manusia dewasa adalah : (1) keluarga, dan (2) pekerjaan. Dua komponen tersebut sangat menentukan kebahagiaan hidup manusia, sehingga tidak mengherankan jika masalah pekerjaan dan keluarga praktis menyita seluruh perhatian, energi, dan waktu orang dewasa.

Menurut Herr dan Cramer (dalam Isaacso, 1985) pekerjaan memiliki peran yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan ekonomis, sosial, dan psikologis. Secara ekonomis orang yang bekerja akan memperoleh penghasilan/uang yang bisa digunakan untuk membeli barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Secara sosial orang yang memiliki pekerjaan akan lebih dihargai oleh masyarakat daripada orang yang menganggur. Secara sosial orang yang bekerja mendapat status sosial yang lebih terhormat daripada yang tidak bekerja. Lebih jauh lagi orang yang memiliki pekerjaan secara psikologis akan meningkatkan harga diri dan kompetensi diri. Pekerjaan juga dapat menjadi wahana yang subur untuk mengaktualisasikan segala potensi yang dimiliki individu.

Pekerjaan tidak serta merta merupakan karir. Kata pekerjaan (work, job, employment) menunjuk pada setiap kegiatan yang menghasilkan barang atau jasa (Isaacson, 1985); sedang kata karir (career) lebih menunjuk pada pekerjaan atau jabatan yang ditekuni dan diyakini sebagai panggilan hidup, yang meresapi seluruh alam pikiran dan perasaan seseorang, serta mewarnai seluruh gaya hidupnya (Winkel, 1991).

Maka dari itu pemilihan karir lebih memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang daripada kalau sekedar mendapat pekerjaan yang sifatnya sementara waktu. Mengingat betapa pentingnya masalah karir dalam kehidupan manusia, maka sejak dini Anda perlu menyiapkannya demi hari depan yang lebih cerah.

Tahap-Tahap Perkembangan Karir
Menurut Ginzberg, Axelrad, dan Herma (1951) perkembangan karir dibagi menjadi 3 (tiga) tahap pokok, yaitu :
a. Tahap Fantasi : 0 - 11 tahun (masa Sekolah Dasar)
b. Tahap Tentatif : 12 - 18 tahun (masa Sekolah Menengah)
c. Tahap Realistis : 19 – 25 tahun (masa Perguruan Tinggi)

Pada tahap fantasi anak sering kali menyebutkan cita-cita mereka kelak kalau sudah besar, misalnya ingin menjadi dokter, ingin menjadi petani, pilot pesawat, guru, tentara, dan lain-lainnya. Mereka juga senang bermain peran (misalnya bermain dokter-dokteran, bermain menjadi guru, bermain menjadi polisi, dan lain-lainnya) sesuai dengan peran-peran yang mereka lihat di lingkungan mereka. Jabatan atau pekerjaan yang mereka inginkan atau perankan pada umumnya masih sangat dipengaruhi lingkungan, misalnya dari TV, video, majalah, atau tontonan maupun tokoh-tokoh yang pernah melintas dalam kehidupan mereka.

Maka tidak mengherankan jika pekerjaan atau jabatan yang mereka sebut masih jauh dari pertimbangan rasional maupun moral. Mereka memang asal sebut saja pekerjaan yang dirasa menarik saat itu. Dalam hal ini orang tua dan pendidik tidak perlu cemas ataupun gelisah jika suatu ketika anak ternyata menyebut atau menginginkan pekerjaan yang jauh dari harapan orang tua ataupun pendidik. Dalam tahap ini anak belum mampu memilih jenis pekerjaan/jabatan secara rasional dan objektif, karena mereka belum mengetahui bakat, minat, dan potensi mereka yang sebenarnya. Mereka sekedar berfantasi saja secara bebas yang sifatnya sama sekali tidak mengikat.

Tahap tentatif dibagi menjadi 4 (empat) sub tahap, yakni : (1) sub tahap minat (interest); (2) sub tahap kapasitas (capacity); (3) sub tahap nilai (values) dan (4) sub tahap transisi (transition). Pada tahap tentatif anak mulai menyadari bahwa mereka memiliki minat dan kemampuan yang berbeda satu dengan lainnya. Ada yang lebih berminat di bidang seni, sedangkan yang lain lebih berminat di bidang olah raga. Demikian juga mereka mulai sadar bahwa kemampuan mereka juga berbeda satu dengan lainnya. Ada yang lebih mampu di bidang matematika, sedang yang lain dalam bidang bahasa, atau bidag olah raga.

Pada sub tahap minat (11 – 12 tahun) seseorang cenderung melakukan pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan hanya yang sesuai dengan minat dan kesukaan mereka saja; sedangkan pada sub tahap kapasitas/kemampuan (13 – 14 tahun ) mulai melakukan pekerjaan/kegiatan didasarkan pada kemampuan masing-masing, di samping minat dan kesukaannya. Selanjutnya pada sub tahap nilai (15 – 16 tahun) seseorang sudah bisa membedakan mana kegiatan/pekerjaan yang dihargai oleh masyarakat, dan mana yang kurang dihargai; sedangkan pada sub tahap transisi (17 – 18 tahun) anak sudah mampu memikirkan atau “merencanakan” karir mereka berdasarkan minat, kemampuan, dan nilai-nilai yang ingin diperjuangkan.

Pada usia perguruan tinggi (18 tahun ke atas) remaja memasuki tahap realistis. Mereka sudah mengenal secara lebih baik minat-minat, kemampuan, dan nilai-nilai yang ingin dikejar. Mereka juga sudah lebih menyadari berbagai bidang pekerjaan dengan segala konsekuensi dan tuntutannya masing-masing. Oleh sebab itu pada tahap realistis seorang remaja sudah mampu membuat perencanaan karir secara lebih rasional dan objektif. Tahap realistis dibagi menjadi 3 (tiga) sub tahap, yakni sub tahap (1) eksplorasi (exploration), (2) kristalisasi (chrystalization), dan spesifikasi/penentuan (specipication).

Pada sub tahap eksplorasi umumnya remaja mulai menerapkan pilihan-pilian yang dipikirkan pada tahap tentatif akhir. Mereka menimbang-nimbang beberapa kemungkinan pekerjaan yang mereka anggap sesuai dengan bakat, minat, serta nilai-nilai mereka, namun mereka belum berani mengambil keputusan tentang pekerjaan mana yang paling tepat. Dalam hal ini termasuk di dalamnya masalah memilih sekolah lanjutan yang sekiranya sejalan dengan karir yang akan mereka tekuni. Pada sub tahap berikutnya, yakni sub tahap kristalisasi, remaja mulai merasa mantap dengan pekerjaan/karir tertentu. Berkat pergaulan yang lebih luas dan kesadaran diri yang lebih mendalam, serta pengetahuan tentang dunia kerja yang lebih luas, maka remaja akan makin terarah pada karir tertentu meskipun belum mengambil keputusan final. Akhirnya, pada sub tahap spesifikasi remaja sudah mampu mengambil keputusan yang jelas tentang karir yang akan dipilihnya.

Dalam buku edisi revisinya Ginzberg (1972) menegaskan bahwa proses pilihan karir itu terjadi sepanjang hidup manusia, artinya bahwa suatu ketika dimungkinkan orang berubah pikiran. Hal ini berarti bahwa pilihan karir tidaklah terjadi sekali saja dalam hidup manusia. Di samping itu Ginzberg juga menyadari bahwa faktor peluang/kesempatan memegang peranan yang amat penting. Meskipun seorang remaja sudah menentukan pilihan karirnya berdasarkan minat, bakat, dan nilai yang ia yakini, tetapi kalau peluang/kesempatan untuk bekerja pada bidang itu tertutup karena “tidak ada lowongan”, maka karir yang dicita-citakan akhirnya tidak bisa terwujud.